
BANDUNG – Suasana mencekam menyelimuti kawasan Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) pada Senin malam, 1 September 2025. Puluhan selongsong gas air mata ditemukan berserakan di dalam area kampus, sementara sejumlah mahasiswa dilaporkan pingsan dan terluka. Insiden ini memicu tiga narasi yang saling bertentangan: tudingan serangan brutal aparat gabungan dari mahasiswa, klaim pembelaan diri polisi akibat provokasi kelompok anarko, dan penjelasan rektorat yang menempatkan mahasiswa sebagai korban dari kekacauan yang diciptakan pihak luar.
Peristiwa ini menjadi puncak dari rangkaian aksi demonstrasi mahasiswa di Bandung yang menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset dan reformasi di tubuh kepolisian. Namun, malam itu, fokus bergeser dari tuntutan di jalanan ke keamanan di dalam benteng akademik, memicu kembali perdebatan sengit tentang kebebasan akademik dan batas-batas penggunaan kekuatan oleh aparat negara.
Tiga Versi Kronologi di Malam Mencekam
Hingga kini, publik dihadapkan pada tiga versi cerita yang berbeda secara fundamental mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Jalan Tamansari.
1. Versi Mahasiswa: Serangan Membabi Buta ke Jantung Kampus
Menurut Presiden Mahasiswa (Presma) Unisba, Rifki Taufik, insiden dimulai saat aparat gabungan TNI dan Polri melakukan serangan “secara membabi buta dan tidak manusiawi” ke arah kampus. Ia mengklaim bahwa tembakan gas air mata dan peluru karet diarahkan langsung ke dalam area kampus, tempat mahasiswa dan warga mencari perlindungan.
“Kampus yang seharusnya menjadi ruang aman justru diserang secara brutal. Kami mencatat puluhan mahasiswa menjadi korban, pingsan akibat gas air mata, bahkan ada yang terkena peluru karet,” ujar Rifki dalam keterangan resminya. Mahasiswa menegaskan bahwa tindakan aparat adalah serangan langsung terhadap institusi pendidikan dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.
2. Versi Kepolisian: Gas Air Mata Terbawa Angin Akibat Serangan Anarko
Pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) dengan tegas membantah telah menyerang kampus. Kabid Humas Polda Jabar menyatakan bahwa aparat di lapangan sedang melakukan patroli untuk membubarkan massa aksi yang memblokade jalan. Menurutnya, pemicu kekacauan adalah sekelompok orang berpakaian serba hitam yang diidentifikasi sebagai kelompok anarko.
“Mereka yang memulai dengan melempar bom molotov ke arah petugas. Sebagai respons, petugas menembakkan gas air mata ke arah Jalan Tamansari untuk membubarkan mereka,” jelasnya. Pihak kepolisian berdalih, gas air mata yang masuk ke area kampus Unisba dan Unpas murni karena terbawa oleh embusan angin, bukan ditembakkan secara sengaja ke dalam kampus.
3. Versi Rektorat Unisba: Dipicu Penyusup, Mahasiswa Jadi Korban
Rektor Unisba, Harits Nu’man, memberikan keterangan yang berada di antara dua narasi di atas. Ia membenarkan adanya kepanikan dan tembakan gas air mata di sekitar kampus. Namun, ia menegaskan bahwa pemicunya adalah “gerombolan berpakaian serba hitam” yang bukan merupakan mahasiswa Unisba. Kelompok ini, menurutnya, berbuat onar di luar sebelum akhirnya lari dan menyusup ke area kampus untuk berlindung.
“Aparat tidak masuk ke dalam kampus. Mereka menembakkan gas air mata ke arah gerombolan itu di luar gerbang, namun dampaknya mengenai mahasiswa kami yang sedang berada di posko kesehatan,” kata Harits. Ia juga menyesalkan penutupan posko kesehatan oleh tim medis sesaat sebelum insiden memuncak, yang menyebabkan penanganan korban menjadi terhambat.
Dampak dan Bukti di Lapangan
Terlepas dari kronologi yang simpang siur, dampak fisik di lapangan tidak terbantahkan. Tim mahasiswa dan pihak kampus berhasil mengumpulkan bukti signifikan pasca-insiden.
- Korban: Sedikitnya 12 mahasiswa dilarikan ke rumah sakit akibat pingsan dan sesak napas. Seorang petugas keamanan kampus juga dilaporkan terluka.
- Bukti Fisik: Sebanyak 48 selongsong dan proyektil gas air mata ditemukan di berbagai titik di dalam kampus Unpas, yang bertetangga langsung dengan Unisba.
- Kerusakan: Dilaporkan terjadi kerusakan minor pada fasilitas kampus, termasuk kaca sebuah masjid di dekat Unpas yang pecah.
Kecaman Keras dan Pelanggaran Hak Asasi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengecam keras tindakan aparat yang dinilai represif dan melanggar hukum. Direktur LBH Bandung menyatakan bahwa penembakan gas air mata ke lingkungan kampus adalah bentuk serangan terhadap kebebasan akademik dan mimbar demokrasi.
“Apapun alasannya, menembakkan gas air mata ke dalam fasilitas pendidikan dan kesehatan adalah pelanggaran serius. Ini menunjukkan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dan melanggar prinsip hak asasi manusia,” tegasnya. LBH Bandung juga menyoroti penggunaan gas air mata yang diduga telah kedaluwarsa, yang dapat meningkatkan toksisitas dan bahaya bagi kesehatan.
Tuntutan Investigasi Independen
Kini, bola panas berada di tangan pihak berwenang. Aliansi mahasiswa menuntut Kapolri dan Panglima TNI untuk bertanggung jawab penuh atas tindakan anggotanya. Mereka mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan lembaga independen lainnya untuk segera turun tangan melakukan investigasi yang transparan dan imparsial.
Insiden di Unisba menjadi pengingat kelam bahwa kampus sebagai ruang intelektual yang aman masih rentan terhadap kekerasan. Publik menanti jawaban pasti: apakah ini adalah sebuah operasi penertiban yang salah perhitungan, atau sebuah serangan terencana yang mengabaikan prinsip kemanusiaan dan supremasi hukum.


